8 Tips Menjaga Keikhlasan dalam Beramal
Kita semua tahu bagaimana kedudukan ikhlas dalam ibadah seorang hamba. Kita semua insyaAllah juga tahu bahwa keikhlasan merupakan salah satu syarat utama diterimanya sebuah amal. Orang yang ikhlas akan senantiasa Allah Ta’ala jaga dari kemaksiatan dan marabahaya. Allah Ta’ala mengisahkan kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam,
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهٖۙ وَهَمَّ بِهَا ۚ لَوْلَآ اَنْ رَّاٰ بُرْهَانَ رَبِّهٖۗ كَذٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوْۤءَ وَالْفَحْشَاۤءَۗ اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِيْنَ
“Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf) itu termasuk hamba-hamba Kami yang terikhlas (dalam hal ketaatan).” (QS. Yusuf: 24)
Orang yang ikhlas akan mendapatkan kedudukan yang tinggi dan keikhlasannya tersebut akan menjadi pembuka untuk kebaikan lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تُخَلَّفَ فَتَعْمَلَ عَمَلًا تَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا ازْدَدْتَ بِهِ دَرَجَةً وَرِفْعَةً
“Sesungguhnya kamu tidak diberikan umur panjang, lalu kamu mengerjakan suatu amal untuk mengharap keridaan Allah, kecuali kamu akan bertambah derajat dan kemuliaan dengan amal itu.” (HR. Bukhari no. 4409 dan Muslim no. 1628)
Keikhlasan akan menentramkan dan menenangkan jiwa serta menjauhkan seseorang dari merendahkan diri kepada makhluk hanya karena ingin mendapatkan keridaan dan perhatian mereka. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan,
مَنْ عَرَفَ الناس استراح
“Siapa yang mengetahui hakikat asli seorang manusia, maka ia akan tenang dan santai.”
Maksudnya, ia tahu bahwa orang lain tidak akan bisa memberikan manfaat ataupun memberikan kemudaratan untuk dirinya. Sehingga ia tidak akan ambil pusing hanya untuk mendapatkan pujian dan keridaan mereka.
Sejak dahulu kala hingga hari kiamat nanti, seorang mukmin akan senantiasa dalam pertempuran melawan Iblis laknatullah, yang tugasnya memang menggoda dan memalingkan manusia dari keikhlasan dalam beramal, merusak amal kebaikan yang telah mereka lakukan.
Sebagian dari kita mungkin masih bingung, bagaimana caranya menjaga keikhlasan di dalam beramal, bagaimana caranya agar senantiasa istikamah mengharapkan wajah Allah Ta’ala di dalam setiap amalan yang kita lakukan. Syekh Abdul Muhsin Al-Qasim hafidzhahullah dalam salah satu karyanya, memberikan 8 tips yang insyaAllah akan membantu kita di dalam menjaga keikhlasan.
Pertama: Berdoa
Hidayah ada di tangan Allah Ta’ala dan hati manusia ada di antara 2 jari Allah Ta’ala. Allah bolak-balikkan hati manusia seperti yang Ia inginkan.
Oleh karena itu, mintalah selalu kepada Rabb kita yang memiliki kuasa penuh terhadap hidayah. Tampakkan kepada-Nya kebutuhan kita akan pertolongan-Nya. Mintalah selalu keikhlasan dalam beribadah. Di antara doa yang sering dibaca oleh ‘Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu adalah,
اللهمَّ اجعل عملي كُلّه صالحًا، واجعله لِوَجهِك خالصًا، ولا تجعل لأحد فيه شيئًا
“Ya Allah, jadikan seluruh amalku bernilai kebaikan, dan jadikanlah amal tersebut benar-benar ikhlas hanya untuk wajah-Mu, dan jangan jadikan sedikit pun dari amal tersebut untuk siapa pun (selain Engkau).” (Jaamiul Masail karya Ibnu Taimiyyah).
Kedua: Menyembunyikan amal
Setiap kali sebuah amal yang memang diperintahkan untuk disembunyikan semakin tersembunyi, maka amalan tersebut semakin berpeluang besar diterima oleh Allah Ta’ala dan akan semakin dekat dengan keikhlasan. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَومَ القِيَامَةِ في ظِلِّهِ، يَومَ لا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، ومنهَا: وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فأخْفَاهَا حتَّى لا تَعْلَمَ شِمَالُهُ ما صَنَعَتْ يَمِينُهُ.
“Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Di antaranya: seseorang yang bersedekah dengan satu sedekah, lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031)
Bisyr bin Al-Haris pernah mengatakan, “Janganlah engkau beramal hanya agar engkau diingat (oleh manusia). Sembunyikanlah amal kebaikan sebagaimana engkau menyembunyikan kejelekan-kejelekan.”
Salat sunah nafilah di malam hari memiliki keutamaan lebih dari salat sunah nafilah di siang hari. Beristigfar di waktu sahur memiliki keutamaan khusus melebihi istigfar di waktu-waktu lainnya. Mengapa? Karena semuanya itu lebih mudah disembunyikan dan lebih dekat dengan keikhlasan.
Ketiga: Dalam beramal saleh, lihatlah selalu orang yang lebih baik dari dirimu!
Saat beramal saleh, maka jangan jadikan orang-orang di sekitarmu sebagai patokan, apalagi jika orang tersebut lebih rendah kualitas amalnya dari dirimu. Jadikanlah selalu para nabi dan orang saleh sebagai panutanmu dalam beramal sebagaimana firman Allah Ta’ala,
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ فَبِهُدٰىهُمُ اقْتَدِهْۗ
“Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90)
Bacalah kisah-kisah dan biografi orang-orang saleh terdahulu, baik itu dari kalangan ulama, ahli ibadah, ataupun orang-orang yang zuhud. Karena kisah-kisah mereka akan menjadi booster yang sempurna bagi keimanan.
Keempat: Menganggap kecil amalan yang sudah dilakukan
Di antara hal-hal yang merusak diri seorang hamba adalah merasa puas dengan dirinya sendiri, merasa kagum dengan amalan yang telah ia lakukan. Sungguh perbuatan semacam ini akan memperkeruh keikhlasan atau bahkan mencabut keikhlasan, dan yang lebih buruk lagi adalah menggugurkan pahala setelah ia bersusah payah melaksanakannya.
Said bin Jubair radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Ada seorang lelaki yang masuk surga karena kemaksiatan dan ada seorang lelaki yang masuk neraka karena perbuatan baik.”
Dikatakan kepadanya, “Bagaimana mungkin hal seperti itu terjadi?” Maka Said bin Jubair menjawab, “Seorang lelaki pernah melakukan kemaksiatan, lalu setelahnya ia senantiasa merasa takut akan hukuman Allah karena kemaksiatan (yang ia lakukan) tersebut. Lalu ia pun bertemu dengan Allah. Maka, Allah ampuni dirinya dikarenakan rasa takutnya tersebut kepada-Nya. Dan ada seorang lelaki yang berbuat kebaikan, kemudian ia terus menerus berbangga diri dengan hal tersebut hingga kemudian ia bertemu Allah dengan membawa amalannya tersebut. Namun Allah masukkan ia ke dalam neraka.”
Kelima: Merasa takut amalannya tidak diterima Allah Ta’ala
Suatu ketika Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Wahai Rasulullah, perihal ayat,
وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَآ اٰتَوْا وَّقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ اَنَّهُمْ اِلٰى رَبِّهِمْ رٰجِعُوْنَ ۙ
‘Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya.’ (QS. Al-Mukminun: 60)
Apakah itu tentang mereka yang mencuri, berzina, dan menenggak minuman keras kemudian ia takut kepada Allah Ta’ala?”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab,
لا يا بنت أبي بكر الصديق، ولكنهم الذين يصلون ويصومون ويتصدقون وهم خائفون ألا يتقبل منهم
“Tidak wahai putri Abu Bakar As-Shiddiq, justru mereka adalah orang-orang yang melaksanakan salat, berpuasa, dan bersedekah sedang mereka takut amalan mereka tidak diterima (oleh Allah Ta’ala).” (HR. Tirmidzi no. 3175)
Sungguh keikhlasan memerlukan perjuangan, baik itu sebelum beramal, saat beramal, maupun setelah beramal.
Keenam: Tidak mudah terpengaruh oleh ucapan manusia
Ibnu Al-Jauzi rahimahullah dalam kitabnya Shaidu Al-Khaatir berkata,
ما أقلَّ مَن يعمل لله تعالى خالصًا! لأن أكثر الناس يُحبُّون ظهور عباداتهم، فاعلم أن ترك النظر إلى الخلق، ومحو الجاه من قلوبهم بالعمل وإخلاص القصد، وستر الحال- هو الذي رفع مَن رفع
“Sangat sedikit sekali orang beramal dengan ikhlas untuk Allah Ta’ala! Karena kebanyakan manusia sangat senang menampakkan amalan mereka. Ketahuilah! Sesungguhnya meninggalkan penilaian manusia, tidak gengsi hanya untuk mengambil hati mereka saat beramal dan mengikhlaskan tujuan serta menyembunyikan keadaan sebenarnya itulah yang akan meninggikan derajat orang-orang yang memang memiliki kedudukan yang tinggi tersebut.”
Ketujuh: Yakin, bahwa tidak ada seorang pun dari manusia yang berkuasa atas surga dan neraka
Mukmin harus yakin bahwa tidak ada seorang pun dari manusia yang bisa menjaminkan surga untuk dirinya. Dan tidak ada juga dari mereka yang mampu mengeluarkan seseorang dari neraka jika ada yang meminta kepadanya. Bahkan, jika semua manusia berkumpul di belakangmu lalu mendorongmu menuju surga, maka mereka tidak akan mampu memajukanmu walau sejengkal saja.
Lalu, mengapa engkau harus bersusah payah beramal hanya agar dilihat manusia? Padahal mereka sama sekali tidak memiliki kekuasaan apapun yang akan membantumu. Ibnu Rajab rahimahullah dalam Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam mengatakan,
“Siapa yang berpuasa, mendirikan salat dan berzikir lalu ia mengharapkan dari semuanya itu kepentingan duniawi, maka tidak ada kebaikan baginya suatu apapun; karena amalannya tidak akan mendatangkan manfaat apapun bagi pelakunya. Amalannya tersebut justru akan mendatangkan dosa bagi dirinya sendiri dan tidak untuk yang lain.”
Kedelapan: Senantiasa mengingat bahwa kita akan sendirian di alam kubur
Jika seseorang yakin bahwa dirinya hanya akan dikuburkan sendirian tanpa seorang teman pun, yakin bahwa tidak ada yang bermanfaat baginya kecuali amal kebaikannya saja, yakin bahwa semua manusia tidak akan ada yang mampu meringankan azab kuburnya sedikit pun, serta yakin bahwa seluruh urusan itu ada di tangan Allah Ta’ala, maka saat itu juga ia akan sadar bahwa tidak akan ada yang dapat menyelamatkannya, kecuali dengan mengikhlaskan seluruh amal perbuatan hanya untuk Penciptanya, Allah Subhaanahu wa Ta’ala saja.
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kesungguhan dan kesiapan mental seseorang untuk bertemu Allah merupakan faktor paling bermanfaat bagi seorang hamba untuk mencapai keistikamahan. Karena sesungguhnya siapa yang telah bersiap untuk bertemu Allah Ta’ala, maka hatinya akan terputus dari hiruk pikuk kehidupan duniawi dan tuntutan-tuntutannya.” (Thariqu Al-Hijratain, hal. 297).
Wallahu a’lam bisshawaab.
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel asli: https://muslim.or.id/79139-8-tips-menjaga-keikhlasan-dalam-beramal.html